- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Standar nilai tinggi, kurikulum kompleks dan lingkungan sekolah yang seolah menuntut anak untuk serba bisa dalam semua mata pelajaran membuat beberapa anak kelimpungan mengikutinya.
Sehingga, les tambahan untuk anak banyak menjadi pilihan bagi orangtua.
Orangtua tidak ingin anaknya ketinggalan.
Tidak ingin anaknya mendapat nilai jeblok karena bisa membuat malu.
Orangtua tak ingin anaknya diberi cap bodoh dari teman atau guru.
Orangtua ingin anaknya selalu rangking karena lingkungan menganggap yang cerdas secara akademis adalah mereka yang akan sukses di masa depan.
Selain itu, efek globalisasi dan dampak pasar bebas ASEAN membuat persaingan industri semakin ketat.
Hal ini mempengaruhi psikologis orangtua, apabila anak hanya memiliki pengetahuan standar, maka akan mudah tergerus di dunia kerja.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah dimulai dari jam 7 pagi hingga jam 12 siang.
Dilanjutkan dengan kursus mata pelajaran yang dianggap menentukan kesuksesan, seperti matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan lain-lain dari jam 3 sore hingga jam 6 sore.
Masih belum cukup, setelah istirahat sebentar orangtua meminta anak belajar lagi untuk mata pelajaran esok hari dari jam 7 malam hingga jam 8 malam.
Di akhir pekan, dengan dalih meningkatkan kemampuan, si anak akan diantar mengikuti berbagai les tambahan.
Seperti, les renang, les musik, les balet, ekstrakulikuler futsal, badminton, karate dan lainnya.
Tidak ada orangtua yang ingin anaknya stres.
Berbagai bekal pengetahuan dan ketrampilan itu diberikan agar si anak mendapatkan kemudahan dalam hidupnya saat dewasa nanti.
Namun, obsesi orangtua tentang masa depan anak ini justru berdampak buruk bagi perkembangan psikologisnya.
Anak-anak yang harus lebih banyak bermain mengekspresikan dirinya, justru dikerangkeng dengan serangkaian kegiatan menjemukan pilihan orangtua.
Yang mana anak sendiri kadang tak tahu manfaat apa yang bisa didapat dari pelbagai aktivitas itu.
Orangtua bijak Indonesia, setiap anak, termasuk anak Anda terlahir bersama dengan minat dan potensi khasnya.
Apabila di sekolah ia terlihat kelimpungan menghadapi matematika, maka terimalah dengan lapang dada.
Karena mungkin, minat dan potensinya tidak di bidang matematika.
Banyak orangtua khawatir jika nilai matematika anak tak bagus, maka masa depannya bisa hangus.
Hingga terburu-buru mencari tempat kursus bonafide yang mampu membuat anak mencapai nilai sempurna untuk matematika.
Apabila Anda mendapati anak yang terlihat malas dan tertinggal di mata pelajaran tertentu, hindari segera memberikan les tambahan untuk anak.
Apabila sudah terlanjur, mohon luruskan tujuan Anda.
Bukan untuk mencapai nilai sempurna. Melainkan, untuk mencapai nilai standar sekolah.
Misalnya, sekolah anak memberikan nilai standar 7 untuk matematika. Maka, berikan pelajaran ekstra untuk pelajaran tersebut hingga anak mampu mencapai 7.
Itu sudah aman dan tidak membebani anak karena memang minat dan potensinya tidak di bidang tersebut.
Jadi, hindari untuk memaksa.
Perhatikanlah bebek yang pandai berenang. Ia pasti akan mendapat nilai sempurna dalam berenang.
Tapi, bagaimana dengan kemampuan memanjat?
Apabila bebek dikursuskan orangtuanya untuk memanjat, apakah ia sanggup mencapai nilai sempurna?
Jawabannya, tentu tidak.
Karena potensi bebek ada di bidang renang. Begitu pun dengan anak-anak Anda.
Anda hanya perlu mencari wadah yang tepat, agar minat dan potensi anak bisa terlihat menonjol serta berkembang dengan baik.
Les Tambahan untuk Anak
Kami tidak melarang orangtua bijak Indonesia memberikan les tambahan untuk anak.
Apalagi jika anak merasa kesulitan mengikuti materi tertentu, maka Anda perlu memerhatikan kegiatan belajar mengajar anak.
Ingat, kata ‘memerhatikan’ bukan berarti Anda bisa segera mendaftarkan anak ke tempat kursus.
Melainkan, menganalisa dengan cermat faktor-faktor yang membuat anak Anda tertinggal dalam pelajaran tersebut.
Berikut adalah langkah detilnya untuk Anda.
Baca juga, Mengatasi Anak yang Suka Menyontek
1. Usia Anak Anda
Apabila usia anak di bawah 10 tahun, maka ia belum perlu diikutkan les terkait bidang akademis.
Apalagi anak-anak yang masih berusia di bawah 6 tahun, hindari untuk mengursuskan anak agar bisa cepat membaca dan menulis.
Kami memerhatikan, banyak orangtua terobsesi membuat anaknya terlihat cerdas dibanding anak sebaya lainnya.
Sehingga, jauh sebelum masuk SD, anak-anak sudah diajarkan calistung (baca, tulis, hitung).
Selain itu, fakta mengatakan bahwa beberapa Sekolah Dasar memberikan syarat masuk kelas 1 (satu) sudah harus bisa calistung.
Padahal, dalam PP No. 17 tahun 2010, aturan tentang larangan penggunaan Calistung disebutkan dalam pasal 69 ayat 5, berbunyi penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.
Jadi, anak-anak yang sudah menginjak kelas 4 SD (usia 10 tahun), kami anggap cukup layak untuk mendapat pelajaran tambahan akademis.
Tapi, jangan hanya melihat faktor usia saja ya, mari perhatikan juga syarat keduanya.
2. Perhatikan Kemampuan Anak
Les tambahan untuk anak diberikan ketika diketahui bahwa kemampuannya dalam memahami mata pelajaran tertentu kurang.
Misalnya, ia sering tidak mampu memahami materi dalam pelajaran tertentu, nilainya selalu di bawah nilai standar kelas atau kemampuannya jauh tertinggal dengan teman-teman sebayanya.
Melihat hal ini, Anda pun tak bisa terburu-buru memberikan les tambahan untuk anak.
Karena performa belajar yang menurun belum tentu diakibatkan oleh kurangnya kemampuan anak.
Bisa jadi, anak tidak cocok dengan gurunya di sekolah yang mengakibatkan ia tak bisa fokus belajar.
Atau, anak terkena bully dari teman-temannya, sehingga ia sulit menerima pelajaran dengan baik.
Perhatikan juga hubungan Anda dengan anak.
Apakah Anda dan pasangan memerhatikan, memberikan waktu terbaik dan mencurahkan kasih sayang sempurna?
Atau, justru Anda dan pasangan sering tak kompak dan berdebat di depan anak?
Tentu saja, hal tersebut bisa mengganggu konsentrasi anak belajar dan berdampak pada performa nilainya.
Jadi, diskusikan dengan pihak sekolah (guru) terlebih dahulu terkait proses kegiatan belajar mengajar di sekolah dan antusiasme anak dalam mengikutinya.
Apabila semua aman; hubungan anak dengan gurunya, hubungan anak dengan teman-temannya, hubungan anak dengan Anda, artinya Anda bisa memberikan les tambahan untuk anak saat nilainya terus tertinggal di kelas.
3. Mengenali Kebutuhan Anak
Kesulitan anak dalam memahami bidang tertentu biasanya terjadi karena ia tak tertarik.
Oleh karena itu, sebagai orangtua Anda harus memerhatikan minat dan potensi anak dengan cermat.
Sehingga, Anda mampu untuk menemukan wadah yang pas guna mengembangkan minat dan potensi tersebut.
Dan, untuk mata pelajaran yang sulit ia pahami, tidak perlu memaksanya untuk mendapat nilai sempurna.
Jelaskan pada anak, les tambahan ini perlu agar ia tak jauh tertinggal dari teman-temannya.
Cukup bantu anak untuk mendapatkan nilai standar saja.
Karena apabila dipaksakan, anak Anda justru bisa stres dan kesulitan menerima pelajaran lainnya.
Selain itu, perhatikan juga sampai mana kesulitan anak dalam memahami pelajarannya.
Apabila masih di tingkat ringan dan Anda/pasangan bisa membantu, maka lebih baik berikan les tambahan sendiri.
Artinya, Anda atau pasangan harus meluangkan waktu khusus guna membantu anak.
Justru, manfaat dari memberikan les tambahan sendiri lebih baik ketimbang les di luar rumah.
Diantaranya, hubungan orangtua dan anak semakin dekat, bisa memberikan penjelasan terbaik dan terkontrol untuk anak, mengetahui kendala yang dihadapi anak di sekolah serta anak semakin terbuka dengan orangtua.
4. Diskusi Bersama Anak
Anak terlahir dengan pikiran dan perasaan khas yang berbeda dengan orangtuanya.
Jadi, hindari mengambil keputusan secara sepihak.
Karena yang menjalani les tambahan adalah anak, bukannya Anda atau pasangan.
Mungkin Anda ingin memberikan tempat kursus terbaik karena Anda begitu menyayangi anak, tapi ternyata anak tidak nyaman dengan lingkungan dan teman-temannya di sana.
Hindari tergiur dengan garansi yang diberikan oleh tempat kursus karena Anda juga perlu memerhatikan metode pengajaran yang diberikan, apakah cocok dengan tipologi anak Anda atau tidak.
Oleh karena itu, dekati anak, dengarkan keluh kesahnya, dengarkan apa yang dia inginkan dan ambillah keputusan bersama dengannya.
Karena mengambil keputusan sendiri bisa menimbulkan ketidaknyamanan pada anak.
Perasaan tak nyaman itu bisa berupa marah, tertekan dan tak dianggap.
Apabila sudah memerhatikan semua faktor di atas dan berdiskusi dengan anak, bisa jadi Anda menemukan bahwa anak-anak ternyata tidak membutuhkan les tambahan, melainkan perhatian orangtuanya.
Komentar
Posting Komentar